“3 X 8 = 23”
Assalamu’alailkum,…
Dalam Matematika ada 4 hal yang sangat mendasar yaitu, penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian dan semuanya menghasilkan nilai yang mutlak dan itu sudah sangat diakui oleh seluruh masyarkat dunia.
Tapi jangan kira ane salah ngetik judul di atas yeee,…
Apakah para reader siap menyimak cerita yang bisa mematahkan nilai mutlak matematika tersebut??
Okeyh ni dia…..
Yan Hui adalah murid kesayangan Confucius. Ia suka belajar dan memiliki sifat yang baik. Pada suatu hari, ketika sedang bertugas, Yan Hui melihat sebuah toko kain sedang dikerumuni banyak orang. Dia mendekat dan mendapati pembeli dan penjual kain sedang berdebat.
Pembeli berteriak,”Tiga kali delapan adalah dua puluh tiga, kenapa kamu bilang dua puluh empat?”
Yan Hui pun mendekati pembeli kain dan berkata,”Sobat, tiga kali delapan adalah dua puluh empat, tidak usah diperdebatkan lagi.”
Pembeli kain tidak senang, lalu menunjuk hidung Yan Hui dan berkata,”Siapa minta pendapatmu? Kalaupun mau minta pendapat, aku pasti minta pendapat ke Confucius. Benar atau Salah, Conficius yang berhak mengatakan.”
“baik, jika Confucius bilang kamu salah, bagaimana?”
“kalau Confucius bilang saya salah, kepalaku akan aku potong untukmu. Kalau kamu yang salah, bagaimana?” tantang sang pembeli kain.
“kalau saya yang salah, jabatanku untukmu,” jawab Yan Hui tegas.
Keduanya sepakat untuk bertaruh, lalu pergi mencari Confucius.
Setelah Confucius tahu duduk persoalannya, Confucius berkata kepada Yan Hui sambil tertawa,”Tiga kali delapan adalah dua puluh tiga, Yan Hui, kamu kalah. Kasihkan jabatanmu kepada dia.”
Selamanya Yan Hui tidak akan berdebat dengan gururnya. Ketika mendengar Confucius bilang dia salah, diturunkannya topi jabatanya, lalu dia berikan kepada pembeli kain itu. Orang itu mengambil topi Yan Hui dan berlalu dengan puas.
Walaupun Yan Hui menerima penilaian Confucius, tapi hatinya tidak sependapat. Dia merasa Confucius sudah tua dan pikun, sehinnga dia tidak mau lagi belajar darinya.Yan Hui minta cuti dengan alas an keluarga. Confucius tahu isi hati Yan Hui dan member cuti kepadanya.
Sebelum berangkat, Yan Hui pamitan dan Confucius memintanya cepat kembali setelah urusannya selesai. Ia lalu memeberi yan Hui dua nasihat,”Bila hujan lebat, janganlah berteduh di bawah pohon. Dan jangan ,membunuh.”
“baiklah Guru.’ Jawablah Yan Hui pendek.
Ia laluy berangkat pulang. Di dalam perjalanan, tiba – tiba angin kencang bertiup, petir pun dating menyambar – nyambar, dan tak lama kemudian, huja pun turun dengan derasnya. Yan Hui ingin berlindung di bawah pohon. Tapi, tiba – tiba, ingat nasihat Confucius. Dalam hati, ia berpikir untuk menuruti kata gurunya sekali lagi. Dia pu meninggalkan pohohn itu. Belum lama dia pergi, petir menyambar dan pohon itu pun hancur. Yan Hui terkejut, nasihat gurunya yang pertama sudah terbukti.
Yan Hui tiba di rumahnya saat malam sudah larut. Ia tidak ingin mengganggu tidur istrinya. Dia menggunakan pedangnya untuk membuka kamarnya. Sesampainya di depan ranjangnya, dia meraba ada seseorang di sisi kiri ranjang dan seorang lagi di sisi kanan.
Mengetahui hal ini, dia sangat marah. Ia mengira istrinya sedang berselingkuh dengan pria lain. Lalu, ia menghunus pedangnya, dia ingat lagi nasihat Confucius, jangan membunuh. Dia lalu menyalakan lilin, dan ternyata yang tidur di samping istrinya adalah adik istrinya.
Keesokan harinya, Yan Hui kembali ke Confucius, berlutut, dan berkata,”Guru, bagaimana Guru tahu apa yang akan terjadi?”
Confucius berkata,”Kemarin hari sangatlah panas, diperkirakan akan turun hujan petir, makanya aku mengingatkanmu untuk tidak berlindung di bawah pohon. Lalu, aku tahu bahwa kamu kemarin pergi dengan penuh amarah dan membawa pedang, maka aku mengingatkanmu untuk tidak membunuh.”
“Guru, perkiraanmu hebat sekali, murid sangatlah kagum,” ucap Yan Hui penuh kekaguman.
“aku tahu kamu minta cuti bukanlah karena urursan keluarga. Kamu tidak ingin belajar lagi dariku. Cobalah kamu piker. Kemarin aku bilang 3 X 8 = 23 adalah benar, kamu kalah dan kehilangan jabatanmu. Tapi, jikalau Guru bilang 3 X 8 =24 adalah benar, si pembeli kainlah yang kalah dan itu berarti akan hilang 1 nyawa. Menurutmu, jabatanmu atau nyawa yang lebih penting?”
Yan Hui sadar akan kesalahannya, lalu ia berkata,”Guru mementingkan yang lebih utama, murid malah berpikri Guru sudah tua dan pikun. Murid benar – benar malu.” Sejak itu, ke mana pun Confucius pergi, Yan Hui selalu mengikuti.
Nah, Sahabat pembaca ku, cerita yg di atas mestinya mengingatkan kita pada sebuah mutiara bijak : “Jika pun aku bertaru dan memenangkan seluruh dunia, tapi aku kehilangan kamu, apalah artinya.”
Arinya, meskipun kita (ane dan sahabat semua) bertaruh dan memenangkan apa yang kita anggap adalah kebenaran, tapi kita malah kehilangan sesuatu yang lebih penting, contohnya nyawa orang tadi, sungguh menyesalnya kita,…..
Sekian artikel dari saya,... semoga bermanfaat bwt para reader sekalian,... dan jgn lupa berikan koment nya yaa,... Tolong bila ingin CoPas artikel di atas, ikut sertakan alamat http://mahasis-ta-wa.blogspot.com/